BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemiskinan yang sampai saat ini belum dapat teratasi sangat mempengaruhi keadaan penduduknya di suatu negara. Salah satu dampak dari kemiskinan yaitu denagan munculnya para tunawisma.

 

Tuna Wisma tidak saja merupakan penyakit, namun merupakan suatu kehidupan yang dijadikan permasalahan bagi pemerintah. Karena para tuna wisma tersebut dapat meresahkan dan mengganggu.

 

Kesejahteraan di suatu negara. Dan hal ini pun menjadi suatu permasalahan yang dihadapi oleh suatu negara. Untuk lebih lanjutnya, penulis akan membahasnya dalam makalah ini.

 

1.2 TUJUAN

1.  Untuk mengetahui pengertian HOMELESS.

2. Untuk mengetahui penyebeb HOMELESS.

3. Untuk mengetahui dampak dari HOMELESS.

4.  Untuk mengetahui bagaimana penanganaN HOMELESS.

 

1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dari latar belakang diatas penulis dapat rumuskan masalah sebagai berikut :

“  Apakah pengertian, penyebab, dampak dan bagaimana cara penanggulangan HOMELESS ? ”

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 PENGERTIAN

Homeless dalam bahasa Indonesia berarti Tuna Wisma.Tuna Wisma adalah orang  yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap diwilayah tertentu dan hidup di tempat umum. Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tuna wisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat tunawisma berada.Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung. Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada orang-orang yang mengalami keadaan tuna wisma.

 

Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut:

v  Para tuna wisma  tidak mempunyai pekerjaan

v  Kondisi pisik para Tuna wisma tidak sehat.

v  Para Tuna Wisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

v  Para Tuna Wisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya.

2.2 PENYEBAB MUNCULNYA TUNA WISMA

Ada berbagai alasan yang menjadikan seseorang  memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang Tuna Wisma, antara lain :

 

Ø  Segi ekonomi.

Kemiskinan merupakan factor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka berempat tinggal di tempat-tempat umum . Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi tuna wisma.

Ø  Anak yang ditinggalkan orang tuanya.

Anak yang ditinggal orang tuanya atau tidak mempunyai orang tua, saudara dan tempat tinggal maka mereka mencari tempat berteduh di tempat umum.

Ø  Kurang kasih sayang

Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang kasih saying orang tuanya maka ia turun kejalan dan mencari komunitas yang  mau menerima dia apa adanya.

Ø  Lansia yang ditelantarkan oleh keluarganya.

Ø  Penggusuran karena perkembangan industri.

Ø  Pengangguran karena kemajuan IPTEK akibatnya tenaga kerja kurang terlatih tersingkir sehingga di PHK.

Cerita-cerita di kampung halaman tentang kesuksesan perantau kerap menjadi buaian bagi putra daerah untuk turut meramaikan persaingan di kota besar. Beberapa di antaranya memang berhasil, namun kebanyakan dari para perantau kurang menyadari bahwa keterampilan yang mumpuni adalah modal utama dalam perantauan. Sehingga mereka yang gagal dalam merengkuh impiannya, melanjutkan hidupnya sebagai tunawisma karena malu bila pulang ke kampung halaman.

 

Masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya telah lama membawa masalah lanjutan, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan. Dan bila kita meninjau keadaan dewasa ini, pemerataan lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang. Sehingga kota besar pada umumnya mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih besar daripada kota-kota kecil. Hal inilah yang menjadi penyebab keengganan tuna wisma untuk kembali ke daerahnya selain karena perasaan malu karena berpikir bahwa daerahnya memiliki lapangan pekerjaan yang lebih sempit daripada tempat dimana mereka tinggal sekarang. Mereka memutuskan untuk tetap meminta-minta, mengamen, memulung, dan berjualan seadanya hingga pekerjaan yang lebih baik menjemput mereka.

 

 

 

Selain itu, masalah yang sampai saat ini belum teratasi yaitu kemiskinan yang sangat mempengaruhi munculnya tuna wisma. Permasalahan yang sangat dirasakan oleh kaum miskin yaitu permasalahan sosial ekonomi mereka, yakni karena mereka tidak mempunyai ekonomi yang cukup mereka tidak bisa membeli rumah sehingga mereka memutuskan untuk menjadi tuna wisma (gelandangan).

 

2.3 DAMPAK DARI TUNAWISMA

Salah satu penyebab mengapa tuna wisma di permasalahkan yaitu karena kebanyakan para tuna wisma tinggal di permukiman kumuh dan liar, menempati zona-zona publik yang sebetulnya melanggar hukum, biasanya dengan mengontrak petak-petak di daerah kumuh di pusat kota atau mendiami stren-stren kali sebagai pemukim liar. Adapun  dampak lain dari tunawisma adalah sebagai berikut :

1.      Kebersihan dan Kesehatan

Rumah mereka seadanya, sehingga sangat jauh dari kriteria rumah sehat. Perilaku hidup bersih sangat kurang. Ventilasi dan penerangan kurang dll. Sehinga muncul berbagai masalah kesehatan. Mereka tidak  memperhatikan hal ini karena untuk makakn saja mereka hampir tidak bias terpenuhi. Mereka tidak mempunyai cukup dana untuk memelihara kesehatan  dan pengobatan .

2.      Gizi Kurang

Ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan pangan akibat rendahnya daya beli makanan, apalagi makanan bergizi. Mengakibatkan mereka mengalami gizi buruk termasuk anak hamil dan balita. Mereka makan sekedar kenyang.

3.      Tindak Kekerasan sesame tuna wisma

Perebutan atau persaingan lahan pencari makan menyebabkan mereka sering terjadi konflik.

4.      Dimanfaatkan

Anak – anak kecil banyak yang dimanfaatkan untuk mengemis dan menyetorkan sejumlah uang setiap harinya.

 

 

 

 

2.4 PENANGANAN YANG DILAKUKAN TERHADAP TUNAWISMA

 

Permasalahan tuna wisma sampai saat ini merupakan masalah yang tidak habis-habis, karena berkaitan satu sama lain dengan aspe-aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya untuk menanggulanginya. Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan dan berusaha untuk hidup lebih baik.

 

Kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) selama ini cenderung kurang menyentuh stakeholdernya, atau pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam peraturan. Salah satu contoh penanganan Mengenai tunawisma yang dilakukan oleh pemda DKI Jakarta pada tahun 2007 yaitu telah membuat Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum. Perda yang merupakan revisi dari Perda No. 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum ini antara lain berisi larangan penduduk untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap mobil, maupun menjadi orang yang menyuruh orang lain melakukan aktivitas itu.

 

Perda ini secara langsung memberikan dampak besar bagi kaum tuna wisma mengingat para tuna wisma belum dikenai mekanisme mengenai pelangsungan hidup mereka. Mekanisme yang mungkin agak baik adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para tunawisma (gelandangan). Namun sekali lagi, efektifitasnya dirasa kurang karena Panti Sosial ini sebenarnya belum menyentuh permasalahan yang sebenarnya dari para tunawisma lansia, yaitu keengganan untuk kembali ke kampung halaman. Sehingga yang terjadi di dalam praktek pembinaan sosial ini adalah para tunawisma yang keluar masuk panti social

 

Penanganan terhadap kaum tunawisma pun di atur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 Ayat (1) yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” sebenarnya menjamin nasib kaum ini. Namun Undang-Undang belum dapat terlaksanakan di seluruh lapisan masyarakat, dikarenaka bahwa kebijakan pemerintah selama ini hanyalah kebijakan yang menyentuh dunia perkotaan secara makroskopis dan bukan mikroskopis. Pemerintah daerah cenderung menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak memberikan mekanisme lanjutan kepada para stakeholder sehingga terkesan demi menjadikan sesuatu lebih baik, mereka mengorbankan hak-hak individu orang lain

 

Adapun dalam sebuah penelitian cara penanggulangan terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap persiapan
Karena tuna wisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam duatu tempat, seperti asrama atau panti sosial. Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para tuna wisma.
b. Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tuna wisma dikumpulkan, kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus.
c. Tahapan Pendidikan yang Berkelenjutan
Setelah beberap para tuna wisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang lebih layak.

 

Selain itu, dibawah ini terdapat solusi dalam menangani Tunawisma yaitu :

 

ü  Memberikan pendidikan agama yang kuat dalam keluarga.

ü  Melakukan pencegahan dengan cara memberikan penyuluhan / konseling, memberikan pendidikan pelatihan keterampilan.

ü  Dengan pengadaan rumah singgah dan diberikan berbagai pelatihan dan pendidikan.

ü  Transmigrasi.

ü  Menampung dipanti asuhan, panti sosial dan panti jompo.

ü  Tugas pemerintah untuk menangani masalah perkotaan pada umumnya dan tunawisma pada khususnya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak di kota-kota kecil.

ü  Rencana pembangunan pemerintah seharusnya mengedepankan pembangunan secara merata sehingga tidak timbul “gunung dan lembah” di negara, pembangunan hendaknya dilakukan dengan pola “dari desa ke kota” dan bukan sebaliknya. Sehingga, masing-masing putra daerah akan membangun daerahnya sendiri dan mensejahterakan hidupnya.

ü  Melakukan Pembinaan kepada para Tunawisma dapat dilakukan melalui panti dan non panti, tetapi pembina harus mengetahui asal usul daerahnya serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi penyandang masalah sosial itu.

ü  Kalau para Tunawisma disebabkan faktor ekonomi atau pendapatan yang kurang memadai, mereka bisa diberi bekal berupa pelatihan sesuai potensi yang ada padanya, di samping bantuan modal usaha.

ü  Mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.

ü  Pemerintah atau masyarakat mengadakan Program Pendidikan non formal bagi para tunawisma, sehingga dengan cara ini Para Tunawisma mendapatkan pengetahuan.

Dengan mekanisme yang lebih menyentuh permasalahan dasar para tunawisma tersebut diharapkan masalah tunawisma di kota besar dapat teratasi tanpa menciderai hak-hak individu mereka dan malah dapat membawa para gelandangan kepada kehidupan yang lebih baik.

 

Namun, mekanisme di atas merupakan tindakan jangka panjang dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terealisasi, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antar generasi kepemerintahan agar hal tersebut dapat terwujud dan pada akhirnya kesejahteraan bangsa dapat lebih mudah dicapai.

 

 

 

 
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tuna Wisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Tuna Wisma pada di berbagai negara termasuk di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang sangat sulit di tangani dan melanggar hukum juga sangat mengganggu kesejahteraan suatu negara atau pun kota.

3.2 SARAN

Diharapkan kepada pemerintah untuk lebih berpartisipasi dan memberikan perhatian yang lebih dalam menangani permasalahan para tuna wisma.